Isu yang paling menarik dalam memperingati Hari Bumi 2007
adalah pemanasan global (global warming). Pemanasan global tidak lain
adalah indikasi atau tanda-tanda meningkatnya suhu permukaan baik di atas
daratan, lautan, atau didarat dan dilaut secara menyeluruh
(global). Peningkatan efek rumah kaca terutama disebabkan oleh pencemaran
udara dapat menyebabkan terjadinya pemanasan global, yaitu peningkatan suhu di
permukaan bumi dan kenaikan permukaan air laut yang dapat mengakibatkan
perubahan iklim.
Efek rumah kaca di atmosfer meningkat akibat adanya
peningkatan kadar gas-gas rumah kaca, antara lain karbon dioksida, metana, ozon
dan lain-lain.
Pemanasan Global atau Global Warming saat ini menjadi isu internasional.
Isu tersebut timbul karena pemanasan global mempunyai dampak yang sangat
besar bagi dunia dan kehidupan makhluk hidup yaitu perubahan iklim dunia.
Hal yang patut dicatat di sini adalah ternyata tidak semua ilmuwan setuju
tentang keadaan dan akibat dari pemanasan global. Beberapa pengamat masih
mempertanyakan apakah suhu benar-benar telah meningkat. Sementara pengamat yang
lain mengakui perubahan telah terjadi tetapi berpendapat bahwa masih terlalu
dini untuk membuat prediksi tentang keadaan di masa depan. Beberapa pengamat
juga membantah bukti-bukti yang menunjukkan kontribusi manusia terhadap
pemanasan global dengan beranggapan bahwa siklus alami juga dapat
meningkatkan suhu permukaan bumi.
Berdasarkan hasil pengolahan data suhu udara yang tercatat di stasiun meteorologi
Banjarmasin selama 35 tahun dari tahun 1972 hingga tahun 2006 dari model
regresinya menunjukan kondisi suhu udara yang terus meningkat dengan rata-rata
peningkatanya sebesar 0.0256 derajat Celcius.
Dari hasil pengamatan ini dapat menjelaskan bahwasanya sudah terjadi
kenaikan suhu udara yang merupakan salah satu parameter terjadinya pemanasan
global di sekitar daerah pengamatan stasiun meteorologi Banjarmasin.
Dengan kemajuan industri menyebabkan aktifitas manusia
banyak menggunakan bahan bakar fosil sebagai sumber energi dalam kegiatan
sehari-hari dan untuk menjalankan industrinya.
Akibat dari kemajuan industri ini manusia mempunyai andil
yang besar sebagai penyumbang karbon dioksida dalam atmosfer yang berasal dari
pembakaran bahan bakar fosil, yaitu minyak bumi, batu bara, dan gas bumi.
Penggundulan hutan serta perluasan wilayah pertanian sebagai akibat pertambahan
jumlah penduduk dan kemajuan industri pertanian juga meningkatkan jumlah karbon
dioksida dalam atmosfer.
Karbon dioksida adalah gas yang dapat bertahan cukup lama
di atmosfir yang mempunyai efek sebagai penyelimut bumi dengan cara energi yang
berasal dari matahari berupa radiasi gelombang pendek termasuk di dalamnya
cahaya tampak ketika menyentuh permukaan bumi energi ini berubah dari cahaya
menjadi panas lalu menghangatkan bumi.
Permukaan bumi akan memantulkan kembali sebagian dari
panas ini sebagai radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar akan
tetapi sebagian tetap terperangkap di atmosfer bumi sehingga suhu bumi menjadi
hangat.
Efek dari penyelimutan ini dikenal dengan istilah efek
rumah kaca atau Greenhouse Effect dan gas-gas yang mempunyai
efek seperti ini disebut sebagai gas rumah kaca, diantaranya adalah uap
air (H2O),karbon dioksida (CO2), metana (CH4),
ozon (O3), dinitrogen oksida (N2O), dan
chlorofluorocarbon (CFC).
Masalah mulai muncul ketika gas rumah kaca di atmosfer
jumlahnya semakin banyak sehingga muncul isu pemanasan global (global warming). Jika emisi gas rumah kaca
terus meningkat, diprediksi konsentrasinya di atmosfer dapat meningkat hingga
tiga kali lipat pada awal abad ke-22 bila dibandingkan dengan masa sebelum era
industri. Akibatnya akan terjadi perubahan iklim secara dramatis seperti
naiknya suhu, mencairnya es di kutub yang juga berdampak pada naiknya muka air
laut.
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa suhu
udara global telah meningkat 0,6 derajat Celcius sejak tahun 1861. IPCC memprediksi
peningkatan suhu rata-rata global akan meningkat 1,4 hingga 5,8 derajat Celcius
pada tahun 2100. Lebih jauh IPCC juga memperingatkan bahwa meskipun konsentrasi
gas di atmosfer tidak bertambah lagi sejak tahun 2100, iklim tetap terus
menghangat selama periode tertentu akibat emisi yang telah dilepaskan
sebelumnya. Karbon dioksida
(salah satu gas rumah kaca) akan tetap berada di atmosfer dalam waktu yang
cukup lama sebelum alam mampu menyerapnya kembali.
Jika hal ini benar terjadi (suhu udara meningkat serta
mencairnya es di kutub) maka akan dapat mengakibatkan meningkatnya volume
lautan serta menaikan permukaannya antara 9 hingga 100 cm, menimbulkan banjir
di daerah pantai, bahkan dapat menenggelamkan pulau-pulau. Beberapa daerah
dengan iklim hangat akan menerima curah hujan yang lebih tinggi, tetapi tanah
juga akan lebih cepat kering. Kekeringan tanah ini akan merusak tanaman bahkan
menghancurkan suplai makanan di beberapa tempat di dunia. Hewan dan tanaman
akan bermigrasi ke arah kutub yang lebih dingin dan spesies yang tidak mampu
berpindah akan musnah.
Sedangkan penelitian lain memprediksikan dampak pemanasan
global yang dapat terjadi di Indonesia sebagai berikut:
·
Kenaikan permukaan air laut setinggi 60 cm pada tahun
2070. Bagi penduduk di daerah pantai, hal ini akan menjadi ancaman karena
tempat tinggal mereka terancam banjir, sementara penghasilan mereka (baik
sebagai nelayan maupun dari sektor pariwisata) terancam oleh perubahan
gelombang pasang.
·
Rusaknya infrastruktur daerah tepi pantai sehingga
Indonesia akan kehilangan sekitar 1.000 km jalan dan 5 pelabuhan lautnya.
Selain itu infrastruktur lain di sekeliling pantai perlu direhabilitasi dan
ditinggikan.
·
Akan terjadi krisis air bersih di perkotaan. Naiknya
permukaan laut tidak hanya mempengaruhi mereka yang tinggal di tepi pantai,
tapi juga mereka yang di perkotaan akibat intrusi air laut.
·
Meningkatnya frekuensi penyakit yang ditularkan oleh
nyamuk, seperti penyakit malaria dan demam berdarah.
·
Menurunnya produktivitas pertanian akibat perubahan suhu
dan pola hujan yang tak tentu.
·
Sejumlah keanekaragaman hayati terancam punah akibat peningkatan
suhu bumi rata-rata sebesar 1 0C. Setiap individu harus
beradaptasi pada perubahan yang terjadi, sementara habitatnya akan
terdegradasi. Spesies yang tidak dapat beradaptasi akan punah. Spesies-spesies
yang tinggal di kutub, seperti penguin, anjing laut, dan beruang kutub, juga
akan mengalami kepunahan, akibat mencairnya sejumlah es di kutub.
Indonesia seperti banyak negara berkembang lain
bukanlah penyumbang terbesar bagi pemanasan global saat ini. Walaupun
demikian jika pola penggunaan energi seperti peningkatan tingkat konsumsi
listrik rumah tangga dan industri serta penggunaan energi yang tidak efisien,
perkembangan industri serta perusakan hutan yang terjadi saat ini berlangsung
terus maka ada kemungkinan bahwa Indonesia akan turut bertanggung jawab
terhadap terjadinya pemanasan global.
Karena demikian besar potensi kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh
pemanasan global ini sehingga ilmuwan-ilmuwan dunia menyerukan perlunya kerja
sama internasional serta reaksi yang cepat untuk mengatasi masalah ini.
No comments:
Post a Comment