Saturday, January 16, 2016

TUGAS FISIKA : ISU-ISU TENTANG PEMANASAN GLOBAL


Isu yang paling menarik dalam memperingati Hari Bumi 2007 adalah pemanasan global (global warming). Pemanasan global tidak lain adalah indikasi atau tanda-tanda meningkatnya suhu permukaan baik di atas daratan, lautan, atau didarat dan dilaut secara menyeluruh (global). Peningkatan efek rumah kaca terutama disebabkan oleh pencemaran udara dapat menyebabkan terjadinya pemanasan global, yaitu peningkatan suhu di permukaan bumi dan kenaikan permukaan air laut yang dapat mengakibatkan perubahan iklim.
Efek rumah kaca di atmosfer meningkat akibat adanya peningkatan kadar gas-gas rumah kaca, antara lain karbon dioksida, metana, ozon dan lain-lain.
Pemanasan Global atau Global Warming saat ini menjadi isu internasional.
Isu tersebut timbul karena pemanasan global mempunyai dampak yang sangat besar bagi dunia dan kehidupan makhluk hidup yaitu perubahan iklim dunia.
Hal yang patut dicatat di sini adalah ternyata tidak semua ilmuwan setuju tentang keadaan dan akibat dari pemanasan global. Beberapa pengamat masih mempertanyakan apakah suhu benar-benar telah meningkat. Sementara pengamat yang lain mengakui perubahan telah terjadi tetapi berpendapat bahwa masih terlalu dini untuk membuat prediksi tentang keadaan di masa depan. Beberapa pengamat juga membantah bukti-bukti yang menunjukkan kontribusi manusia terhadap pemanasan global dengan beranggapan bahwa siklus alami juga dapat meningkatkan suhu permukaan bumi.
Berdasarkan hasil pengolahan data suhu udara yang tercatat di stasiun meteorologi Banjarmasin selama 35 tahun dari tahun 1972 hingga tahun 2006 dari model regresinya menunjukan kondisi suhu udara yang terus meningkat dengan rata-rata peningkatanya sebesar 0.0256 derajat Celcius.
Dari hasil pengamatan ini dapat menjelaskan bahwasanya sudah terjadi kenaikan suhu udara yang merupakan salah satu parameter terjadinya pemanasan global di sekitar daerah pengamatan stasiun meteorologi Banjarmasin.
Dengan kemajuan industri menyebabkan aktifitas manusia banyak menggunakan bahan bakar fosil sebagai sumber energi dalam kegiatan sehari-hari dan untuk menjalankan industrinya.
Akibat dari kemajuan industri ini manusia mempunyai andil yang besar sebagai penyumbang karbon dioksida dalam atmosfer yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, yaitu minyak bumi, batu bara, dan gas bumi. Penggundulan hutan serta perluasan wilayah pertanian sebagai akibat pertambahan jumlah penduduk dan kemajuan industri pertanian juga meningkatkan jumlah karbon dioksida dalam atmosfer.
Karbon dioksida adalah gas yang dapat bertahan cukup lama di atmosfir yang mempunyai efek sebagai penyelimut bumi dengan cara energi yang berasal dari matahari berupa radiasi gelombang pendek termasuk di dalamnya cahaya tampak ketika menyentuh permukaan bumi energi ini berubah dari cahaya menjadi panas lalu menghangatkan bumi.
Permukaan bumi akan memantulkan kembali sebagian dari panas ini sebagai radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar akan tetapi sebagian tetap terperangkap di atmosfer bumi sehingga suhu bumi menjadi hangat.
Efek dari penyelimutan ini dikenal dengan istilah efek rumah kaca atau Greenhouse Effect dan gas-gas yang mempunyai efek seperti ini disebut sebagai gas rumah kaca, diantaranya adalah uap air (H2O),karbon dioksida (CO2), metana (CH4), ozon (O3), dinitrogen oksida (N2O), dan chlorofluorocarbon (CFC).
Masalah mulai muncul ketika gas rumah kaca di atmosfer jumlahnya semakin banyak sehingga muncul isu pemanasan global (global warming). Jika emisi gas rumah kaca terus meningkat, diprediksi konsentrasinya di atmosfer dapat meningkat hingga tiga kali lipat pada awal abad ke-22 bila dibandingkan dengan masa sebelum era industri. Akibatnya akan terjadi perubahan iklim secara dramatis seperti naiknya suhu, mencairnya es di kutub yang juga berdampak pada naiknya muka air laut.
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa suhu udara global telah meningkat 0,6 derajat Celcius sejak tahun 1861. IPCC memprediksi peningkatan suhu rata-rata global akan meningkat 1,4 hingga 5,8 derajat Celcius pada tahun 2100. Lebih jauh IPCC juga memperingatkan bahwa meskipun konsentrasi gas di atmosfer tidak bertambah lagi sejak tahun 2100, iklim tetap terus menghangat selama periode tertentu akibat emisi yang telah dilepaskan sebelumnya. Karbon dioksida (salah satu gas rumah kaca) akan tetap berada di atmosfer dalam waktu yang cukup lama sebelum alam mampu menyerapnya kembali.
Jika hal ini benar terjadi (suhu udara meningkat serta mencairnya es di kutub) maka akan dapat mengakibatkan meningkatnya volume lautan serta menaikan permukaannya antara 9 hingga 100 cm, menimbulkan banjir di daerah pantai, bahkan dapat menenggelamkan pulau-pulau. Beberapa daerah dengan iklim hangat akan menerima curah hujan yang lebih tinggi, tetapi tanah juga akan lebih cepat kering. Kekeringan tanah ini akan merusak tanaman bahkan menghancurkan suplai makanan di beberapa tempat di dunia. Hewan dan tanaman akan bermigrasi ke arah kutub yang lebih dingin dan spesies yang tidak mampu berpindah akan musnah.
Sedangkan penelitian lain memprediksikan dampak pemanasan global yang dapat terjadi di Indonesia sebagai berikut:
·         Kenaikan permukaan air laut setinggi 60 cm pada tahun 2070. Bagi penduduk di daerah pantai, hal ini akan menjadi ancaman karena tempat tinggal mereka terancam banjir, sementara penghasilan mereka (baik sebagai nelayan maupun dari sektor pariwisata) terancam oleh perubahan gelombang pasang.
·         Rusaknya infrastruktur daerah tepi pantai sehingga Indonesia akan kehilangan sekitar 1.000 km jalan dan 5 pelabuhan lautnya. Selain itu infrastruktur lain di sekeliling pantai perlu direhabilitasi dan ditinggikan.
·         Akan terjadi krisis air bersih di perkotaan. Naiknya permukaan laut tidak hanya mempengaruhi mereka yang tinggal di tepi pantai, tapi juga mereka yang di perkotaan akibat intrusi air laut.
·         Meningkatnya frekuensi penyakit yang ditularkan oleh nyamuk, seperti penyakit malaria dan demam berdarah.
·         Menurunnya produktivitas pertanian akibat perubahan suhu dan pola hujan yang tak tentu.
·         Sejumlah keanekaragaman hayati terancam punah akibat peningkatan suhu bumi rata-rata sebesar 1 0C. Setiap individu harus beradaptasi pada perubahan yang terjadi, sementara habitatnya akan terdegradasi. Spesies yang tidak dapat beradaptasi akan punah. Spesies-spesies yang tinggal di kutub, seperti penguin, anjing laut, dan beruang kutub, juga akan mengalami kepunahan, akibat mencairnya sejumlah es di kutub.
Indonesia seperti banyak negara berkembang lain bukanlah penyumbang terbesar bagi pemanasan global saat ini. Walaupun demikian jika pola penggunaan energi seperti peningkatan tingkat konsumsi listrik rumah tangga dan industri serta penggunaan energi yang tidak efisien, perkembangan industri serta perusakan hutan yang terjadi saat ini berlangsung terus maka ada kemungkinan bahwa Indonesia akan turut bertanggung jawab terhadap terjadinya pemanasan global.

Karena demikian besar potensi kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh pemanasan global ini sehingga ilmuwan-ilmuwan dunia menyerukan perlunya kerja sama internasional serta reaksi yang cepat untuk mengatasi masalah ini.

No comments:

Post a Comment